Minggu, 05 April 2009

ciri-ciri tafsir ahmadiyah

Setelah berbicara begitu banyak tentang terjemahan kami, kami ingin mengatakan sesuatu tentang tafsir kami ini.
Tafsir-tafsir Al-Quran sudah banyak diterbitkan dan menambahkan sebuah lagi kepada jumlah itu agaknya hampir-hampir tak dapat dibenarkan. Tetapi, kami mempunyai alasan-alasan kuat untuk mengusahakan dan menyajikan suatu tafsir baru. Alasan-alasan itu ialah:
(i) Sebagaimana kami katakan, kata-kata Arab mempunyai arti yang luasnya luar biasa. Suatu terjemahan hanya dapat mengambil sebuah dan semua arti-arti itu. Oleh sebab itu perlulah disisipkan catatan-catatan pada terjemahan itu, dan dengan demikian mencantumkan arti-arti lainnya.
(ii) Semua tafsir Al-Quran yang besar dan sistematis terdapat dalam bahasa Arab, dan nyatalah bahwa orang-orang yang tak dapat memahami Al-Quran dalam bahasa Arab tak dapat menggunakan tafsir-tafsir itu.
(iii)Catatan-catatan penjelasan yang ditambahkan pada terjemahan-terjemahan oleh penulis-penulis bukan-Muslim tidak mencukupi karena dua sebab:
(a) Catatan-catatan itu dipengaruhi oleh tulisan-tulisan lawan-lawan Islam;
(b) Penulis-penulisnya tak punya pengetahuan tentang bahasa Arab, atau sedikit sekali. Mereka tak mampu membaca tafsir-tafsir yang lebih besar dan lebih dapat dipercayai. Oleh karena itu penerjemah-penerjemah Eropa tak menyinggung-nyinggung tafsir-tafsir itu. Mereka hanya menunjuk kepada tafsir-tafsir kecil yang lebih populer. Kalau terdapat juga penunjukan terhadap salah satu karya yang lebih besar, hal itu diambilnya dari karya lain, bukan dan aslinya.


(iv)Untuk dapat memahami buku yang sistematis atau ilmiah tidak hanya diperlukan pengetahuan bahasa yang dipergunakan buku itu, dan pengetahuan tafsir-tafsir tentang buku yang mungkin ditulis oleh ahli-ahli bahasa atau oleh ahli-ahli persoalan itu. Namun, juga diperlukan penelaahan luas tentang buku itu sendiri dan pendalaman tentang ilmu istilah, langgam dan pokok-pokok yang digunakan buku itu dan dari mana isinya mengambil maknanya. Orang-orang yang mencoba menafsirkan buku tanpa penelaahan buku itu sendiri tidak akan banyak memperoleh hasil dari tafsir-tafsir itu. Penerjemah-penerjemah dan penulis-penulis tafsir Al-Quran dari Eropa tampaknya tak melakukan penelaahan yang diperlukan tentang Kitab Suci ini. Maka tak mengherankan, kalau tafsir-tafsir mereka sering menggelikan.
(v) Setiap abad melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru dan dilihat dari segi itu setiap buku yang mengaku mengajarkan sesuatu dihadapkan kepada kritikan-kritikan baru. Dengan itu nilai suatu buku semakin teguh kedudukannya atau ia menjadi lebih disangsikan daripada yang sudah-sudah. Karena Al-Quran tak terkecuali dari kaidah itu, maka suatu tafsir baru diperlukan mengingat pengetahuan baru. Tanpa itu kita tak dapat mengukur berapa jauh Al-Quran masih berguna lagi sebagai ajaran atau berapa jauh ia telah maju dari masa yang lampau.
Ketika tafsir-tafsir Al-Quran yang pertama ditulis, Bible dalam bahasa Arab belum ada. Suatu naskah lengkap tidak ada. Bagian-bagian yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tak diperoleh penafsir-penafsir Al-Quran. Karena itu kalau mereka perlu membicarakan bagian-bagian Al-Quran yang berisikan rujukan-rujukan kepada Bible atau riwayat-riwayat Musa a.s., mereka terpaksa bersandar pada apa-apa yang mereka dengar saja atau ada terkaan-terkaan mereka sendiri.
Tak usah dikatakan bahwa tafsir-tafsir mereka kadang-kadang mengecewakan dan kadang-kadang menggelikan. Penulis-penulis Eropa menisbahkan kesalahan-kesalahan mereka kepada Al-Quran, dan Kitab Suci itu dijadikan sasaran celaan dan ejekan. Mereka lupa bahwa penafsir-penafsir ini tidak mengenal Bible. Mereka bersandarkan pada cerita-cerita populer atau pada apa yang mereka dengar dan ulama-ulama Yahudi dan Kristen yang memberikan kepada penafsir-penafsir Al-Quran, yang tak menaruh curiga itu, bahan-bahan yang kadang-kadang mereka ambil dan kitab-kitab tradisi, dan bukan dan Bible, dan kadang-kadang dan khayalan jahat mereka sendiri. Dalam perbuatan ini penafsir-penafsir itu memang telah memperlihatkan kebodohan dan kecerobohan mereka, tetapi ulama-ulama Yahudi dan Kristen itu telah menunjukkan tidak mempunyai kejujuran dan kesalehan. Mereka itu, penulis-penulis Eropa pada masa kita ini, lebih banyak mempunyai alasan untuk menyesali kecurangan-kecurangan moyang-moyang mereka daripada menertawakan orang-orang Muslim penafsir Al-Quran itu. Tetapi, kini hal itu telah berubah. Kini pengetahuan tentang Bible sudah merata. Karya dalam bahasa Arab, Latin, dan Yunani telah terbuka untuk ulama-ulama Islam dan kami telah mampu menafsirkan dengan cara baru bagian-bagian Al-Quran berisikan keterangan-keterangan tentang Bible dan sejarah kaum Nabi Musa a.s.
(vi) Sampai masa kita sekarang ini perselisihan di antara satu agama dengan agama lain lebih kurang pertaliannya dengan cita-cita susila dan sosial dan lebih banyak dengan kepercayaan dan upacara agama. Oleh karena itu, ajaran Al-Quran ditujukan kepada cita-cita susila dan pendidikan susila. Tetapi, kini dunia lebih memperhatikan hal-hal yang praktis itu. Oleh sebab itu, dirasakan sangat perlunya mengusahakan suatu tafsir yang lebih banyak menggarap ajaran Al-Quran yang praktis.
(vii) Oleh karena Al-Quran itu Kitab wahyu, maka Kitab itu mengandung nubuatan-nubuatan. Memperbincangkan nubuatan-nubuatan itu tidaklah mungkin sebelum menjadi sempurna. Karena alasan itu juga kita memerlukan suatu tafsir baru yang akan mencantumkan nubuatan-nubuatan yang hingga kini sudah menjadi sempurna dan yang merupakan bagian penting dan bukti bahwa Al-Quran itu Kitab wahyu Ilahi.
(viii) Al-Quran membicarakan semua agama dan ideologi lainnya. Di dalamnya tercakup bagian yang paling baik pada ajaran-ajaran semua agama dan ideologi, menunjukkan kelemahan-kelemahan, dan mengisi kekurangan-kekurangan mereka.
Penafsir-penafsir Islam zaman dahulu tak mengetahui apa yang diajarkan dan dibela oleh agama-agama dan ideologi itu. Karena itu mereka tak mampu menghargai sepenuhnya apa-apa yang harus diajarkan Al-Quran tentang keduanya itu. Kini semua ajaran saling yang paling tersembunyi itu sudah semakin jelas , sehingga ajaran Al-Quran mengenai ajaran-ajaran lain menjadi nyata bagi penganut-penganutnya. Untuk mengisi kekurangan dalam tafsir-tafsir lama itu juga kita memerlukan suatu tafsir Al-Quran baru.
Karena alasan-alasan ini kami merasa bahwa terjemahan dan tafsir kami bukan saja tidak bersifat apolegetik atau mencari-cari helah, tetapi juga memenuhi kebutuhan yang sungguh-sungguh dan penting. Dengan menyajikannya kami memenuhi tugas kami.
Kami berharap bahwa orang-orang yang membaca terjemahan dan tafsir kami, dengan seksama dan tanpa prasangka, akan merasa terpanggil meninjau Islam dari sudut lain. Kami berharap mereka akan menjadi yakin bahwa Islam agama sejati tidak penuh dengan kesalahan-kesalahan. Sebagaimana disangka oleh pujangga-pujangga Barat, tetapi malahan merupakan suatu taman rohani yang ditata dengan sebaik-baiknya, tempat pengunjungnya dapat menikmati segala macam harum-haruman dan keindahan dan mempersembahkan sekilas pemandangan surga yang menjanjikan oleh semua Pembina agama.

khilafat

SUATU PIDATO LUAR BIASA DARI HADHRAT KHALIFATUL MASIH II RA.
Disampaikan Tanggal 1 dan 2 Maret 1921 di Qadian

(Maulana Dost Muhammad Syahid, ahli sejarah Jama'at Muslim Ahmadiyah, telah menyajikan secara penuh naskah 'Daras' yang membuka zaman baru, berdasarkan pada kandungan ayat khilafat dari Surah An-Nur (24:56) dalam mingguan Al-Fazal International, London (19 dan 26 Mei 2005). Naskah Daras ini dihimpun oleh Munsyi Ghulam Nabi Blanwi (1894-1956) yang mendapat kehormatan menyajikan banyak pidato, ceramah dan khutbah Hudhur r.a. yang berasal dari masa ketika perlengkapan dan fasilitas rekaman tidak tersedia. Mian Luthfur Rahman Mahmud telah menyalinnya dalam Bahasa Inggris. Terjemahan ini diangkat dari versi Bahasa Inggris. Untuk kepuasan pembaca, silakan merujuk pada versi Bahasa Urdu di surat kabar Al-Fazal tersebut di atas – Red).


"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka khalifah-khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah di antara orang-orang sebelum mereka; dan Dia pasti akan menguatkan bagi mereka agama mereka yang Dia ridhai bagi mereka; dan Dia pasti akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sesudah ketakutan mereka: Mereka akan beribadah kepada-Ku, dan mereka tidak akan menyekutukan sesuatupun dengan Aku. Maka barang siapa yang ingkar sesudah itu, mereka adalah orang-orang yang fasik." (Al-Qur'an Suci 24:56).
Ayat yang berhubungan dengan tema khilafat, sedang dibahas di semua forum. (Pada masa itu di India, Gerakan Khilafat sedang diikuti dengan gairah keagamaan dan semangat politik yang besar – Red). Hal ini adalah topik, yang saya hindari untuk membahas di depan umum. Secara alami saya merasa malu berbicara mengenai bahasan ini, yang berhubungan dengan kedudukan saya. Bagaimanapun, jika satu keberatan timbul atas satu masalah tertentu, maka tentu saja saya wajib berbicara untuk mempertahankan. Sebaliknya, Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., secara luas telah membicarakan dalam khutbah, pidato, Daras Qur'an dan himbauan beliau untuk topik khilafat sebab Tuhan telah memberi tahu beliau bahwa satu perpecahan yang berbahaya akan timbul pada masalah khilafat (sesudah kewafatan beliau).
Sesungguhnya, itu merupakan satu masalah yang sangat peka dan menjadi satu segi yang penting dari ruh Islam. Setiap agama mempunyai rancangan amalnya sendiri. Tak ada bangsa atau masyarakat dapat mengadakan kemajuan yang bermakna tanpa persatuan dalam golongan dan segala lapisannya. Jatuhnya kaum Muslimin berhubungan dengan terputusnya khilafat. Lembaga khilafat merupakan inti atau sumbu dari persatuan Islam. Kaum Muslimin menjadi cerai-berai dengan tiadanya ikatan khilafat yang kuat dan ketidak bersatuan mempercepat kejatuhan mereka, menghentikan proses kemajuan. Kesatuan bangsa atau masyarakat dapat diserupakan dengan seutas tali, yang mengikat orang-orang bersama-sama. Hasilnya adalah bahwa bahkan orang-orang yang lemahpun terus melangkah dengan teguh dan tegar. Seorang anak yang secara aman terikat di belakang seorang pengendara yang tangguh, pasti akan mencapai tujuan yang sama ke arah pengendara itu memacu kudanya. Secara tepat dalam cara yang sama jika tali (ikatan) persatuan ada pada tempatnya, pribadi-pribadi yang lemah akan tetap bergerak tapi dengan ketiadaan keteraturan ikatan itu, yang lemah bukan hanya akan tertinggal melainkan mungkin juga menghambat kecepatan gerak mereka yang lebih maju. Pada analisis terakhir, bahkan mereka yang dapat bergerak dengan kecepatan tinggi, gagal untuk bergerak maju. Itu merupakan persatuan dan hasil tarik menarik yang membawa satu kaum menuju (menjadi) kokoh kuat.
Surah An-Nur berhubungan dengan maksud-maksud kemajuan Islam dan keunggulan ruhani pengikut-pengikutny a. Sebagian tujuan-tujuan itu telah disebutkan dalam bagian terdahulu dari surah itu tapi khusus ayat ini (24:56) menjanjikan keberkatan khilafat sebagai ganjaran untuk iman dan amal saleh mereka. Ayat itu juga merujuk pada ciri-ciri khas berikut dari berkat itu:
1. Agama mereka akan dikuatkan.
2. Ketakutan mereka akan diganti dengan ketenangan dan keamanan.
3. Seperti jelas di atas, ketaatan pada Tauhid (yakni Keesaan Tuhan) yang sempurna akan terjamin.

Ayat berikutnya (24:57) memperingatkan bahwa mereka yang meremehkan dan
menghina karunia yang begitu besar akan diputuskan dari sumber keberkatan Ilahi.Ini merupakan satu peringatan yang sangat tegas dan keras.
Sayangnya sebagian orang telah berbeda pendapat dengan mayoritas Jama'at dalam masalah khilafat. Mereka percaya bahwa lembaga khilafat merupakan sebentuk pemerintahan yang zalim. Kenyataannya adalah bahwa Tuhan meletakkan penekanan pada segi-segi keagamaan dalam ayat Al-Qur'an (24:56).Lima dalil berikut semuanya berhubungan dengan keimanan dan agama serta bukan suatu pemerintahan duniawi atau kenegaraan.
1. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian.
2. Dan melakukan amal saleh
3. Dia pasti akan menguatkan untuk mereka agama mereka.
4. Orang-orang beriman akan hanya menyembah Allah dan tidak mempersekutukan segala sesuatu dengan Dia.
5. Kemudian dia yang tidak bersyukur (ingkar) sesudah itu (keberkatan khilafat), mereka akan termasuk orang yang fasik.
Lima dalil di atas semuanya berhubungan dengan iman dan dengan peneguhan
Islam dan kebesarannya. Ayat itu tidak merujuk pada pemerintahan atau kerajaan duniawi. 'Damai' juga merujuk pada kedamaian yang disediakan dan dikembangkan oleh agama. Bahkan orang-orang yang berpikiran jahat dan orang-orang kafir yang berdosa dapat mendirikan dan meluaskan kerajaan dan kekuasaan duniawi.
Khalifah terwujud dalam dua macam:
i. Khilafat dalam wujud Nabi-nabi.
ii. Khilafat penerus Nabi-nabi.
Pada hakikatnya kedua khilafat itu adalah keruhanian sebab tujuan utama mereka
adalah meningkatkan kemajuan ruhani. Keduanya mempercepat kemajuan keruhanian. Ketiadaan kedua macam khilafat itu mengakibatkan proses pencerahan ruhani mengalami kemunduran. Kita tidak melihat suatu kemajuan menonjol yang dibuat Islam sesudah terputusnya Khilafat Rasulullah s.a.w. yang sebanding dengan kemajuan luar biasa yang dibuat Islam di bawah [pimpinan] Khulafaur Rasyidin. Dalam masa beberkat itu orang-orang yang berasal dari bangsa-bangsa yang berbeda menerima Islam. Pada tahap kedua, dalam ketiadaan khilafat, orang-orang suci Islam, yang diberkati dengan wahyu Ilahi dan secara ruhani dibebani tugas tabligh agama Allah, menyebarkan Islam.
Akhir-akhir ini (Hudhur r.a. merujuk pada tahun 1920-an. Adalah kebetulan bahwa pandangan yang sama telah meresapi umat sekali lagi – Red) orang-orang banyak membicarakan tentang kebangkitan kembali khilafat. Beberapa tahun yang lalu pemimpin-pemimpin yang memisahkan diri dari Jama'at melontarkan tuduhan syirik kepada kita karena kita meyakini lembaga khilafat. Penulis-penulis makalah berjudul "Izharul Haq" menekankan bahasan bahwa sejak Hadhrat Masih Mau'ud a.s. diangkat oleh Tuhan untuk menggantikan segala bentuk pemerintah yang zalim dengan demokrasi, khilafat tak akan dapat tempat dalam urusan Jama'at. Ironis bahwa orang-orang yang menulis makalah itu juga kini mendesak bahwa bagaimanapun juga Khilafat Usmaniah harus dipertahankan. Mereka selanjutnya beralasan bahwa Khilafat, sebagai masalah Islam yang penting dan peka, hendaklah bebas dari campur tangan yang tak diinginkan. Allah Ta'ala telah memaksa mereka untuk mengungkapkan asosiasi mereka dengan dasar-dasar kepercayaan yang [dengan itu] mereka terpisah dari Jama'at. Adalah kuat tanpa keraguan bahwa perpisahan itu disebabkan karena alasan duniawi bukannya perbedaan ajaran atau keagamaan. Pada masa itu mereka melihat khilafat sebagai satu penghalang dan memutuskan untuk menghancurkannya dan kini ketika kaum muslimin menekankan pentingnya khilafat, mereka ingin melompat ke ikatan kaum ortodoks. Sebaliknya kedudukan Jama'at kita tetap tak berubah dengan penghargaan kepada institusi khilafat. Kita sepenuhnya meyakini pada apa yang kita telah katakan di masa yang lalu. Kita percaya bahwa Islam tidak dapat membuat kemajuan yang bermakna tanpa khilafat. Islam telah mengadakan langkah-langkah besar di bawah khilafat dan akan melakukan hal yang sama di masa depan. Tuhan telah mengangkat khalifah-khalifah di masa lalu. Dia juga akan melakukan hal yang sama di masa depan. Orang-orang yang menyaksikan perpecahan tahun 1914 menyadari tarikan suasana yang berbahaya itu. Orang-orang yang memisahkan diri itu kini mengatakan bahwa itu merupakan rancangan yang direncanakan terlebih dahulu, yang menghasilkan kelanjutan khilafat dalam Jama'at. Tapi generasi muda dari para pemimpin pemisah ini tidak dapat memahami sepenuhnya kekuasaan kaum tua mereka terhadap urusan-urusan Jama'at. Mereka mengendalikan setiap sesuatunya, dari A sampai Z, dan orang-orang sesungguhnya dihadapkan dengan persoalan bahwa siapa yang akan mengisi kekosongan jika kepemimpinan yang menentukan (kunci) yang ada pergi dari Qadian? Salah seorang dari mereka secara riang gembira mengatakan: "Kita akan meninggalkanQadian. Bangunan-bangunan ini (sekolah, asrama dll) akan dikuasai oleh orang-orang Kristen dalam masa sepuluh tahun."
Tujuh tahun telah berlalu sejak itu (yakni tahun 1914-Red) tapi lembaga-lembaga pendidikan berfungsi dengan pendaftaran yang meningkat. Penduduk Qadian telah menunjukkan peningkatan. Pada waktu pemisahan, keuangan Anjuman dalam keadaan sangat kurang dan uang tunai yang tersedia hanya beberapa sen. Dengan karunia Tuhan, keuangan Jama'at secara meyakinkan telah membaik sebab para anggota memberikan pengorbanan dalam lima macam. Begitu juga ada satu perbaikan besar dalam tiap departemen administrasi Jama'at yang ditetapkan. Banyak lagi yang mengemukakan alasan bahwa seorang anak muda telah terpilih sebagai pemimpin Jama'at yang tak berpengalaman dan masih hijau akan menghasncurkan Jama'at. Suatu kali mereka mengadakan pertemuan di Masjid Mubarak (berdekatan dengan tempat tinggal Hadhrat Masih Mau'ud a.s.) selama masa hidup Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., saya mendengar perkataan Syeikh Rahmatullah: "Perpecahan sedang ditimbulkan untuk meratakan jalan bagi khilafat anak kecil."
Saya tidak dapat memahami rujukan – siapa anak kecil yang sedang direncanakan [memegang jabatan] khilafat? Berdasarkan penerangan rujukan Bibel mengenai "batu penjuru", kemudian jelas bagi saya bahwa sayalah anak kecil yang sedang dibahas dalam pertemuan bulan Agustus itu! Itu merupakan satu pernyataan yang tanpa dasar bahwa saya sedang bersiap-siap untuk merampas jabatan khilafat. Dengan satu cara mereka meratakan jalan bagi kekhalifahan saya sebab kebencian dan fitnah mereka menggerakkan kebesaran Tuhan untuk menetapkan bahwa Dia menjadikan hamba yang amat lemah ini sebagai sarana untuk kemajuan Jama'at-Nya di masa depan. Seorang Ahmadi akhir-akhir ini telah menulis kepada saya bahwa seorang tuan yang mempelajari dengan teliti untuk bergabung dengan Jama'at menyatakan: "Saya akan bergabung dengan Jama'at jika ia bertahan sesudah kewafatan khalifah kalian yang sekarang."
Maksudnya bahwa bahkan seorang pengamat non-Ahmadi pun mengira bahwa kelangsungan dan kelanjutan Jama'at tergantung pada kepemimpinan saya, yang secara sindiran kasar dicap sebagai "anak kecil". Saya adalah wujud mati. Cepat atau lambat saya terpaksa mencicipi piala maut. Semua orang yang akan meneruskan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sebagai khalifah-khalifah beliau akan dipandang dengan penghormatan dan kekaguman yang sama. Jama'at ditetapkan untuk mencapai langkah-langkah [maju] selama sumbu khilafat berada di tempatnya. Itu tidak berarti bahwa khalifah-khalifah di masa depan, yang di masanya Jama'at akan mengalami kemajuan yang luar biasa, akan lebih berkemampuan. Berkat-berkat tersembunyi dalam institusi khilafat. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah menyemaikan benih. Benih yang beberkat itu ditakdirkan menjadi sebuah pohon besar, yang akan ditumbuhi buah-buah yang berlimpah. Ingatlah bahwa kemajuan masa depan kalian tergantung pada khilafat. Pada hari kalian gagal mempertahankannya, akan menandai permulaan jatuhnya kalian dan berakibat kehancuran. Lembaga khilafat dapat menjadikan kalian seperti Asfand Yar pejuang termasyhur, yang tubuhnya tidak dapat ditembus panah. Selama kalian dinaungi dengan perlindungan khilafat, kalian akan dapat menepis segala serangan. Tak ada satu kekuatan pun di bumi ini akan dapat merugikan kalian. Seluruh dunia dengan seluruh kekuatannya menghadapi kalian, akan gagal dalam rencana-rencana jahat mereka. Orang-orang boleh mati, kesukaran-kesukaran akan meliputi, cobaan-cobaan dan musibah akan muncul tapi Jama'at tidak akan musnah. Darah setiap syuhada Ahmadi, akan membangkitkan seribu orang beriman, siap untuk mengangkat panji kebenaran.
Kita hendaklah meletakkan penekanan pada institusi bukannya pribadi-pribadi. Sebagian anggota Jama'at sangat dekat dengan saya. Saya ingin menunjukkan kepada mereka secara jelas bahwa orang-orang seperti itu hendaklah memahami bahwa bahkan Utusan-utusan Ilahi diberkati dengan mutu dan keistimewaan yang khas karena sifat kedudukan (tanggung jawab) mereka yang tinggi. Maka hal yang sebenarnya adalah nizam dan bukan perorangan.

Ingatlah bahwa khilafat adalah tali Allah. Peganglah itu dengan kuat. Itu akan menjamin pertumbuhan dan kemajuan ruhani dan agama kalian. Seorang yang menolak dan menjauhi khilafat akan menghancurkan diri sendiri. Orang-orang Ahmadi adalah minoritas kecil dibanding dengan jumlah besar kaum muslimin umumnya, yang tanpa kepemimpinan keluar dari lembaga khilafat. Mereka kuatir, bingung dan takut walaupun berjuta-juta bilangannya dan banyak kekayaannya. Tak seorangpun dapat sebanding dengan kalian dalam kedamaian pikiran dan rasa aman yang tersimpan di hati kalian. Inilah keberkatan agung khilafat. Selama kalian setia pada khilafat, ketakutan kalian akan berganti dengan kedamaian dan keamanan.
Itu adalah pekerjaan Allah bahwa Dia melindungi (menjaga) ketetapan-Nya selama manusia tidak menjerumuskan diri sendiri keluar batas perlindungan Ilahi. Telah diketahui dalam dunia jasmani bahwa yang dicintai memperlakukan para pencinta mereka dengan kelalaian, tapi sikap Tuhan berlawanan dengan itu. Dia Maha Indah dari segala yang memiliki keindahan dan pesona. Dia adalah Wujud Yang Maha Sempurna tanpa cacat ataupun kekurangan namun itulah Dia yang tak pernah memperlakukan para pencinta-Nya dengan kelalaian, dan selalu mencoba menarik mereka dan membangkitkan nabi-nabi untuk membimbing mereka. Betapa kemurnian dan kecintaan adalah derajat Utusan-utusan Ilahi, yang mengalami banyak penderitaan dan kesukaran untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan. Kehidupan nabi-nabi menggambarkan satu mukjizat yang hidup. Tak ada tanda lain [yang lebih nyata] yang diperlukan untuk menguatkan kebenaran kedatangan mereka selain dari kecintaan yang tanpa pamrih ini kepada umat manusia. Tanda-tanda dan bukti-bukti ditampakkan kepada mereka untuk kepuasan orang-orang awam. Sebenarnya tanda dan mukjizat bukan untuk orang-orang yang berbakat [menerima kebenaran] dan jauh pandangannya. Hadhrat Abu Bakar r.a. tidak mengimani pendakwaan Rasulullah s.a.w. karena suatu bukti atau tanda. Waktu kembali pulang dari satu perjalanan, seseorang memberi tahu Hadhrat Abu Bakar r.a. bahwa kawan beliau (Rasulullah s.a.w.) telah mendakwakan diri sebagai Nabi Tuhan. "Jika beliau mengatakan hal itu, maka beliau tentu seorang Utusan Ilahi sebab beliau tak pernah berdusta," tegas Hadhrat Abu Bakar r.a. Beliau mengimani Nabi Suci s.a.w. tanpa mengajukan pertanyaan atau tuntutan suatu tanda atau mukjizat yang menyokong pendakwaan beliau.
Zaman kita, Hadhrat Khalifatul Masih I r.a. tidak meminta mukjizat atau tanda. Ketika beliau mendengar tentang pendakwaan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., beliau dengan sepenuh hati menerima beliau sebagai seorang pendakwa yang benar. Sejarah kehidupan Rasulullah s.a.w. tersedia secara lengkap tapi semua perincian [sejarah] para sahabat beliau tidak tersedia, selain kita telah mengenal nama para sahabat lainnya yang telah menerima Nabi Suci s.a.w. tanpa meminta dukungan tanda dan bukti. Kita tahu bahwa banyak pribadi yang menerima Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan cara yang sama. Sebagian orang mendengar tentang pendakwaan beliau pada masa lebih akhir, dan menerima beliau tanpa menuntut satu tanda atau mukjizat, tapi itu tidak berarti bahwa mereka mempunyai iman yang membuta; sebenarnya mereka mengimani beliau dengan keyakinan dan kepastian yang amat mendalam.
Sebagian orang menerima Utusan Ilahi secara cepat sebab bagi mereka kesucian hidup Nabi itu adalah satu mukjizat besar. Pribadi-pribadi lain yang meneruskan seorang Nabi berasal dari tingkatan lain tapi mereka juga merupakan satu tanda keberadaan Tuhan. Seorang Nabi dapat dibandingkan dengan pancaran matahari, para penerusnya dapat diibaratkan dengan bintang-bintang yang membimbing manusia. Para khalifah ini juga dipilih dan diangkat oleh Tuhan Sendiri seperti dinyatakan Al-Qur'an Suci.
Khalifah pilihan Ilahi ada dua macam:
i. Mereka yang diutus Tuhan sebagai nabi-nabi melalui wahyu-Nya untuk memperbaiki dunia.
ii. Para khalifah yang tidak diutus Tuhan seperti para nabi tapi dibekali dengan kemampuan-kemampuan mengatur yang tinggi.
Untuk khalifah-khalifah jenis kedua, nubuatan/wahyu bukan menjadi satu
prasyarat. Tidaklah mutlak bahwa mereka akan begitu dekat dengan Allah Ta'ala sehingga mereka menjadi penerima wahyu Ilahi. Karunia itu akan menjadi keistimewaan tambahan bagi mereka. Wahyu Ilahi merupakan sesuatu yang pasti untuk seorang Nabi atau Muslih tapi bukan untuk seorang khalifah.
Wahyu Ilahi bukan merupakan satu tuntutan pokok. Bagaimanapun, itu mutlak bagi seorang khalifah bahwa dia tidak akan berlaku tak adil, zalim, takabur, perampas kuasa atau keakuan. Dia akan sepenuhnya diberkati dengan kemampuan-kemampuan mengatur dan mengawasi Jama'at. Orang-orang yang berpikir bahwa seorang khalifah mesti diutus oleh Tuhan seperti nabi dan rasul atau seorang khalifah mesti adalah seorang penguasa atau pemerintah, adalah salah dalam berpikir mereka. Persatuan kaum merupakan yang terpenting yang tidak dapat dijamin oleh pemerintahan duniawi. Persatuan Jama'at tergantung pada banyak faktor yang di dalamnya seorang pemerintah tidak dapat campur tangan. Itulah institusi khilafat yang meraih tujuan itu dan Tuhan memilih pribadi-pribadi yang mampu menjaga urusan jasmani dan ruhani Jama'at, dan menanamkan kecintaan mereka pada kalbu-kalbu (hati) orang-orang. Sebuah hadits Rasulullah s.a.w. menyokong pendapat itu. Hadits itu mengatakan: Ketika Allah mencintai seorang pribadi tertentu, Dia memerintahkan malaikat-malaikat yang dekat kepada-Nya untuk mencintai orang itu. Mereka bukan hanya menuruti melainkan juga menyampaikan ke kelompok malaikat berikutnya dan secara bertahap kecintaan kepada orang itu tersebar jauh dan luas dan akhirnya dalam kalbu-kalbu (hati) orang-orang saleh yang menikmati kedekatan dengan para malaikat. Itulah bagaimana para khalifah dihubungkan dengan Allah Ta'ala. Hadhrat Abu Bakar r.a. bukan seorang penerima wahyu dan ilham, tapi Tuhan menanamkan kecintaan beliau dalam hati orang-orang dan semua sahabat secara jelas memahami bahwa kelangsungan hidup Islam kini tergantung pada Hadhrat Abu Bakar r.a. dan mereka semua menerima beliau sebagai penerus Nabi Suci s.a.w. Kemudian Allah menanamkan ke dalam hati Hadhrat Abu Bakar r.a. bahwa Umar r.a. lah yang akan memimpin perjalanan Islam sesudah beliau, maka beliau mencalonkan Umar r.a. Lalu Tuhan membimbing panitia pemilihan untuk memilih Hadhrat Usman r.a. sebagai khalifah berikutnya sesudah Hadhrat Umar r.a. wafat. Kemudian Hadhrat Ali r.a. ditetapkan memimpin Islam. Sebagian orang yang tak setuju dengan Hadhrat Ali r.a. dan berselisih dengan beliau secara militer, tapi bahkan orang-orang itu mengakui bahwa jika pergolakan dapat diselesaikan secara damai, mereka akan rela menerima beliau sebagai khalifah.
Sejarah berulang sendiri sesudah wafatnya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. ketika Hadhrat Maulwi Nuruddin r.a. terpilih sebagai khalifah beliau. Tuhan mencondongkan hati seluruh Jama'at kepada beliau.
Hadhrat Khalifatul Masih I r.a. percaya bahwa kini suasana berubah, seorang keturunan Quraisy tak akan pernah terpilih sebagai seorang khalifah dan banyak orang menyadari pendapat beliau pada masalah itu. Beliau sendiri, seorang keturunan Quraisy, mungkin telah sampai pada kesimpulan, dengan menepis segala kemungkinan, [menjadi] penerus majikan beliau tercinta, tapi ketika saat yang tepat tiba, Tuhan menggerakkan kalbu-kalbu (hati) dari orang-orang yang memimpin untuk menerima beliau, yang kemudian orang-orang itu mencoba menghapuskan khilafat sebagai institusi. Itulah catatan bahwa Maulwi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin mengeluarkan sebuah pengumuman dengan tanda tangan mereka, menyarankan seluruh anggota Jama'at untuk memperbaharui bai'at mereka kepada Hadhrat Maulwi Nuruddin r.a., yang ketaatan kepada beliau akan mengikat seluruh Ahmadi seperti kepada Hadhrat Masih Mau'ud as. Orang-orang yang mempunyai pengetahuan langsung sejarah awal Jama'at, menyadari kenyataan bahwa Maulwi Muhammad Ali telah membidani semacam keengganan terhadap Hadhrat Maulwi Nuruddin r.a., yang beliau berusaha menghindar, tapi dia juga digerakkan Tuhan untuk menyatakan ketaatan kepada Hadhrat Khalifatul Masih I r.a. Begitu pula orang-orang berilmu tahu bagaimana saya terpilih sebagai khalifah. Karena orang-orang punya kecenderungan melupakan kejadian-kejadian yang lalu, saya ingin memberi tahu kalian sekali lagi apa yang terjadi pada masa itu agar kenyataan itu dipertahankan secara benar bagi ahli-ahli sejarah masa depan.
Selama sakit terakhir dari Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., beberapa perbedaan begitu besar sehingga secara umum dipercaya bahwa satu perpecahan sudah dekat. Perselisihan pribadi kini dianggap telah jadi bentuk perbedaan doktrin. Kesenjangan telah meluas dan itu tidak mudah untuk menjembataninya. Ketika keadaan Hadhrat Khalifatul Masih I r.a. makin memburuk, orang-orang mulai menghubungkan dengan masa depan Jama'at. Tak seorang pun mengucapkan kata mengenai siapa yang akan melanjutkan beliau sebab menurut Islam adalah terlarang mengajukan atau mengusulkan nama khalifah berikutnya, dalam masa hidup khalifah yang menjabat. Tapi, orang-orang menyatakan pandangan mereka bahwa khalifah berikutnya hendaklah berasal dari kelompok terkemuka.
Maulwi Sayyid Sarwar Syah r.a. berpendapat bahwa seseorang yang berasal dari kelompok itu yang menyimpang ke arah mengecilkan kedudukan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., tidak dapat diterima. Terbukti bahwa dia dan orang-orang lain yang berpikir seperti itu, tidak akan menerima seseorang, yang memegang kepercayaan yang bertentangan dengan pendapat mereka yakni kedudukan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. sebagai seorang Nabi pengikut yang tak bersyariat. Saya merasa bahwa perbedaan doktrin itu secara mendasar merupakan masalah sehubungan dengan ijtihad. Saya berpendapat bahwa orang-orang hendaknya didorong untuk menampung perbedaan doktrin Ijtihadi itu demi persatuan Jama'at. Sesudah pembahasan yang panjang, saya dapat meyakinkan Maulwi Sayyid Sarwar Syah r.a. bahwa kita hendaklah memberikan ikrar bai'at kita, bahkan kepada seorang pribadi yang berasal dari kelompok itu kalau dia terpilih sebagai Khalifatul Masih berikutnya. Begitu pula saya berhasil meyakinkan Hafiz Rosyan Ali r.a, Nawwab Muhammad Ali Khan r.a. dan para sesepuh lainnya untuk secara ikhlas taat kepada Khalifah yang baru dari kelompok itu.
Sesudah kewafatan Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., saya mengumpulkan para anggota keluarga Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dan menasihati mereka untuk siap memberikan ikrar bai'at mereka agar mempertahankan persatuan Jama'at. Saudara-saudara perempuan saya berpendapat bahwa adanya perbedaan dogma yang serius, sukar untuk melakukannya, tapi saya dapat meyakinkan mereka bahwa kita hendaklah taat kepada khalifah baru untuk menghindari perpecahan dalam Jama'at. Kemudian saya merasa bahwa saya akan bertukar pandangan dengan Maulwi Muhammad Ali. Sebuah pertemuan diadakan dan saya katakan padanya bahwa saya siap memberikan ikrar bai'at saya kepadanya tapi dia mengusulkan bahwa pemilihan khalifah hendaklah ditunda hingga wakil-wakil dari tempat-tempat lain dapat berkumpul di Qadian. Menanggapi usulannya saya mengusulkan bahwa kita hendaknya menunggu dua hari atas usul itu tapi dia berpendapat bahwa kita hendaklah menunggu beberapa bulan untuk merancang tindakan lebih lanjut. Saya tidak menyetujui jadwal waktu itu atas dasar bahwa jika Jama'at dapat berjalan tanpa khalifah selama dua atau tiga bulan, maka hal itu dapat berlaku demikian tanpa beliau (khalifah) selamanya. Saya tekankan bahwa Jama'at hendaklah menyempurnakan pemilihan khalifah berikutnya sesegera mungkin. Dia percaya ketergesa-gesaan itu akan menghancurkan persatuan Jama'at. Saya sekali lagi meyakinkannya bahwa jika Jama'at memilih seseorang dari kelompok mereka sebagai khalifah berikutnya, semua orang yang sepemikiran dengan kita dalam kepercayaan dan ajaran, pasti akan menyatakan kesetiaan kepadanya. Saya katakan padanya bahwa semangat persatuan yang sama hendaklah ditampilkan oleh pendukung-pendukung nya.

Saya katakan lebih lanjut padanya bahwa bukanlah waktunya untuk berbahas apakah khilafat merupakan lembaga atau tidak, yang penting untuk Jama'at, tugas hakiki untuk dilakukan adalah pemilihan khalifah. Terakhir saya katakan kepadanya untuk mencalonkan seseorang supaya saya dapat memberikan ikrar bai'at saya kepadanya. Pertemuan berakhir dengan catatan bahwa dia akan bertemu saya sesudah berunding dengan kawan-kawannya.
Pada hari berikutnya, Maulwi Muhammad Ali datang beserta kawan-kawannya dan sekali lagi membangkitkan permasalahan pentingnya khilafat sebagai sebuah lembaga. Karena saya siap menerima Maulwi Muhammad Ali sebagai khalifah berikutnya, saya menyarankan lagi untuk memusatkan pada pemilihan khalifah baru tapi delegasi itu secara mendesak menantang perlunya khilafat. Saya nyatakan bahwa persoalan yang sama akan tertuju pada orang-orang yang dengan cemas menantikan kesimpulannya. Pada titik ini, Maulwi Muhammad Ali mengucapkan:
"Mian Sahib! Tuan menekankan poin pemilihan khalifah berikutnya sebab tuan tahu siapa yang akan terpilih. Tak seorang pun akan memilih kami."
Nyatanya adalah bahwa hingga saat terakhir saya berusaha sebatas kemampuan saya bahwa mereka hendaklah mengajukan nama khalifah berikutnya agar saya dapat mengajukan bai'at saya. Sesudah itu, jika bukan semua, sejumlah besar orang yang hadir memegang saya dengan hormat, akan mengikuti langkah dan jejak saya, yang terbayang sebagai hakikat berbahaya, yang akan dihindarkan. Tapi itulah takdir Tuhan yang sepenuhnya berlaku.
Merasakan dekatnya bahaya perpecahan, terhadap sakitnya Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., saya memutuskan untuk meninggalkan Qadian sementara waktu, hanya kembali sesudah penyelesaian masalah. Sesudah pamitan dengan anggota keluarga saya, saya pergi menjumpai Hadhrat Khalifatul Masih I r.a., untuk terakhir kali, tapi beliau mendesak saya untuk tinggal beserta beliau sepanjang hari. Di bawah isyarat Ilahi, saya harus menunda keberangkatan saya. Pada hari berikutnya, sesudah shalat Jum'at, saya mendengar kabar sedih kewafatan Hudhur r.a.
Lebih dan kurangnya bahwa demi persatuan Jama'at, saya berusaha semampu saya, bahwa orang-orang itu hendaklah memilih seseorang sebagai penerus Hadhrat Masih Mau'ud a.s.supaya saya dapat memberikan ikrar bai'at saya kepadanya tapi mereka gigih untuk menghapuskan lembaga khilafat. Mereka menduga bahwa saya menjadikan diri saya terpilih sebagai hasil usaha manusia tapi saya katakan bahwa seandainya usaha-usaha manusia dapat menjadikan seseorang sebagai khalifah maka Maulwi Muhammad Ali telah terpilih untuk jabatan itu, sebab saya melakukan yang terbaik untuk melihat beliau terpilih sebagai khalifah yang baru. Sejumlah saksi yang masih hidup dapat memberikan kesaksian bahwa saya meyakinkan mereka untuk memilih beliau (Maulwi Muhammad Ali) sebagai satu pilihan kompromi. Dia menjadikan orang itu khalifah, yang berusaha semampunya untuk melihat bahwa Maulwi Muhammad Ali akan terpilih sebagai khalifah. Tn. Abdul Haq, seorang pendukung setia kelompok ini, (yang kemudian bergabung dengan Jama'at kita) mengungkapkan bahwa Maulwi Muhammad Ali dan kawan-kawannya berusaha untuk mengumpulkan [orang yang] bai'at dari paling sedikit empat puluh orang, dalam menyokong Sayyid Abid Ali Syah, agar dia dapat dipilih sebagai khalifah karena menerima bai'at dari orang-orang bai'at. Sayangnya mereka gagal untuk menghimpun sokongan bahkan hanya dari empat puluh orang.
Peristiwa-peristiwa ini membuktikan sepenuhnya bahwa Tuhanlah yang mengangkat seorang khalifah. Pengangkatan atau pemilihan-Nya tak pernah tergambar dalam gambaran dan rancangan manusia. Saya berusaha semampu saya agar saya hendaklah tidak diberikan tanggung jawab dan para saksi mata dapat menguatkan, bahwa pada waktu acara pembai'atan, saya enggan untuk menerima bai'at, tapi kelompok orang yang meluap-luap memaksa saya untuk menerima sumpah bai'at mereka bersama-sama. Inilah apa yang ayat Al-Qur'an (24:55) tunjukkan. Mereka yang diberikan dengan kemampuan nubuat diangkat sebagai rasul-rasul dan orang-orang lain yang layak untuk mengemban tanggung jawab khilafat, diangkat sebagai khalifah.
Satu bagian lain dari ayat itu, merujuk pada satu segi lain: "Dia pasti akan menguatkan bagi mereka agama mereka yang Dia ridhai."
Sejarah memunculkannya dalam satu cara yang ajaib. Pada masa krisis tahun 1914, dikatakan bahwa Jama'at akan hancur akibat perpecahan. Para penentang kita, menakut-nakuti Jama'at (yang mempercayai lembaga khilafat) bahwa kepercayaan kita akan menimbulkan penentangan. Kita dapat berkata secara aman bahwa Tuhan berpihak pada khilafat sebagaimana Dia secara nyata menunjukkan bahwa walaupun penentangan berat, Dia menjadikan mereka tersebar jauh dan luas. Orang-orang dapat melihat diri mereka sendiri bahwa bagaimana orang-orang yang disebut "provokatif" dan "penghasut" kepercayaannya telah diterima oleh orang-orang. Sebaliknya, para penentang khilafat, telah gagal meraih kemasyhuran yang diharapkan meskipun menjadikan kepercayaan mereka lebih "menarik" kepada kaum ortodoks. Itulah bukti dalam diri sendiri bahwa orang-orang yang menanggung kezaliman, menanggung penghinaan, dan menderita kesukaran-kesukaran tapi datang menerima kepercayaan- kepercayaan kita dan bukan kepercayaan mereka. Itulah kekuasaan Tuhan yang sedang bekerja secara ajaib, yang telah menjanjikan bahwa suatu perubahan menguntungkan para pengikut khilafat. Tuhan telah berjanji dalam Kitab Suci Al-Qur'an (24:56) bahawa Dia akan mendukung agama dengan [perantaraan] khalifah-khaliafah. Para pengikut khalifah selalu mengungguli para penentang mereka. Ambillah contoh Ahlus Sunnah yang lebih banyak dari golongan-golongan lain. Sama halnya dengan Jama'at kita dibandingkan dengan mereka yang menyokong penghapusan khilafat. Itu menunjukkan bahwa Tuhan berada di pihak yang mempercayai khilafat. Itu bukan berarti bahwa seorang khalifah tidak dapat berbuat keliru dalam masalah-masalah mengenai fikih. Hadhrat Abu Bakar r.a. dan Hadhrat Umar r.a. [pernah] melakukan kekeliruan semacam itu. Ayat ini menjamin bahwa khalifah tidak akan menyimpang dari keimanan-keimanan yang pokok (mendasar). Dalam ayat ini, Allah Ta'ala menyatakan bahwa Dia akan mengangkat khalifah-khalifah dan selanjutnya berfirman bahwa Dia pasti akan menegakkan agama mereka yakni keimanan yang benar yang dipilih untuk mereka oleh Allah Ta'ala.
Satu segi lainnya adalah, "Dia pasti akan menggantikan dengan keamanan dan kedamaian sesudah ketakutan." (24:56).
Tuhan telah berulang kali menggantikan ketakutan dan kegelisahan kita dengan keamanan dan kedamaian. Kenyataannya hari ketakutan terburuk yang muncul pada saya, Allah menjadikannya hari kegembiraan dan kesenangan terbesar untuk saya, sebagai satu kepuasan mendalam dan sebuah keamanan yang diilhamkan Ilahi tampil.
Dikatakan bahwa suasana ketakutan tidak berubah dengan keamanan dan kedamaian di masa krisis pada kekhalifahan Hadhrat Usman r.a. Pernyataan ini tidak benar. Ayat Al-Qur'an (24:56) mengacu bahwa jika orang-orang beriman bersalah karena tidak menghargai manfaat khilafat maka keberkatan akan ditarik dari mereka. Ketakutan yang dirujuk dalam ayat di atas bermakna "ketakutan luar" (yakni ketakutan yang ditimbulkan oleh orang-orang kafir dan para penentang). Sesuai dengan janji Ilahi bahwa ketakutan tentu akan digantikan dengan keamanan dan kedamaian. Sebaliknya, dalam hal "ketakutan dalam" (ketakutan yang ditimbulkan oleh kaum mukmin sendiri), hukumannya berupa ditariknya karunia Ilahi. Hal itu hendaknya dipahami secara jelas bahwa ketakutan yang dialami oleh kaum muslimin menjelang akhir masa kekhalifahan Hadhrat Usman r.a. disebabkan oleh orang-orang yang disebut "sesama muslimin". Hadhrat Usman r.a. telah memperingatkan para pemimpin perusuh itu bahwa jika mereka berhasil membunuh beliau maka hingga akhir zaman kaum muslimin tak akan pernah menikmati persatuan dan kedamaian. Ramalan beliau telah terbukti secara lahiriah. Penting dicatat bahwa Hadhrat Usman r.a. tidak mengalami ketakutan ataupun ketidak amanan. Beliau tetap puas dan berjuang hingga napas terakhir. Ketika para perusuh membongkar rumah kediaman beliau mereka mendapati beliau sedang membaca Kitab Suci Al-Qur'an. Muhammad (putra bungsu Hadhrat Abu Bakar r.a.) memegang jenggot Hadhrat Usman r.a. sebagai sikap penghinaan. Khalifah yang penuh kasih itu memandang sekilas kepadanya sejenak dan bersabda:
"Kemenakanku! Bapakmu tidak akan memaafkan sikap[mu] ini."
Sesudah itu, Hadhrat Usman r.a. meneruskan pembacaan dan tidak mengalihkan pandangan beliau dari Al-Qur'an Suci. Beliau sedang berpuasa. Hari sebelumnya, beliau telah melihat Nabi Suci s.a.w. dalam satu mimpi yang menasihati khalifah untuk berbuka puasa dengan beliau. Hadhrat Usman r.a. menyerahkan hidupnya sebagai syahid, menyambut keberkatan Nabi Suci s.a.w dalam surga. Para khalifah selalu menikmati perlindungan dan bantuan Ilahi dan tak pernah ditinggalkan Tuhan. Tak seorang pun mempunyai kekuatan merampas dari mereka kedamaian dan kepuasan yang Tuhan berikan.
Dituduhkan bahwa Jama'at telah menciptakan seorang Gaddi (kedudukan orang suci bersama dengan bid'ah-bid'ah dan keburukan-keburukan ). Lembaga Gaddi berlawanan dengan ruh Tauhid hakiki. Ayat Al-Qur'an Suci itu juga (24:56) menyatakan secara tegas bahwa orang-orang yang mempercayai khilafat akan setia pada Keesaan Tuhan.
"Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak menyekutukan sesuatupun dengan Aku."
Maka kehampaan tuduhan di atas terbukti dengan sendirinya. Ayat berikutnya (24:57) menasihati orang-orang yang beriman untuk mendirikan shalat dan membayar zakat maka Allah mencurahkan kasih sayangnya atas mereka. Ayat itu menunjukkan bahwa keberkatan khilafat secara dekat berhubungan dengan penegakan shalat dan pembayaran zakat. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. telah menasihati Jama'at untuk berdoa secara bersama-sama untuk perwujudan Qudrat Tsaniah (Khilafat). Orang-orang Ahmadi hendaklah mencatat bahwa selama mereka ada di bawah payung khilafat, tak seorang pun akan dapat menghapuskan mereka. Orang yang bangkit melawan mereka akan dilenyapkan oleh Allah Ta'ala.
(DARSUL QURAN hal. 67-84, Penerbit Anwaar Ahmadiyya Press, QADIAN, November 1921).
Sumber: The Ahmadiyya Gazette USA, May-June 2005, hal. 11-20. Terjemah Bahasa Indonesia: Muharim Awaludin (27 Ramadhan 1426/31-10-2005) .